Tugas Softskill IMK : I/O System Gaming (Motion Sensor Wiimote)
Tidak
terhitung banyaknya inovasi yang diterapkan pada videogame, bahkan beberapa
teknologi di populerkan oleh videogame telebih dahulu baru kemudian diterima
oleh umum. Salah satunya adalah teknologi Wii Motion Sensing yang kini jadi
sangat populer karena diterapkan oleh Nintendo pada konsol mereka, Nintendo
Wii. Apa itu Wii Motion Sensing? Pada dasarnya Wii Motion Sensing merupakan
cara benda ataupun makhluk hidup untuk merasakan atau mendeteksi gerakan.
Teknologi Wii Motion Sensing selain yang tertanam di dalam tubuh makhluk hidup
(syarat dan sebagainya) terbagi menjadi dua bidang. Yang pertama adalah mekanis
dan yang kedua adalah elektronik.
Berikut Makalah Mengenai Motion Sensing Wiimote Link
Upacara Adat Pemakaman Rambu Solo' di Tana Toraja
Siapa yang tidak kenal dengan Tana Toraja, negeri yang begitu banyak adat istiadat dan tempat tujuan wisata yang indah. Tana Toraja berjarak 300 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan, menyimpan berbagai macam adat dan budaya leluhur yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan tetap lestari hingga kini.
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan anisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (Bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncil cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbentuk pelana. Dewa - dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.
Kekuasaan di bumi yang kata - kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, prektik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa yang lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya.
Setiap keturunan suku Toraja, dimanapun berada, wajib menjunjung tinggi akar budaya nenek moyang mereka. Hingga kini , anak cucu keturunan suku Tana Toraja yang berada di luar negeri dan berbagai wilayah di Indonesia, akan tetap melakukan tradisi yang sama yang dilakukan oleh nenek moyang mereka ribuan tahun yang lalu.
Ketaatan mereka dalam menjalankan ada istiadat dan budaya peninggalan nenek moyang mereka hingga kini, menarik banyak wisatawan asing dan dalam negri untuk mengunjungi Tana Toraja setiap tahunnya. Tana Toraja, kini menjadi salah satu daerah wisata andalan yang dimiliki oleh Sulawesi Selatan. Berbagai upacara adat yang dimiliki oleh Tana Toraja dan diselenggarakan setiap tahunnya, menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan asing.
Setiap keturunan suku Toraja, dimanapun berada, wajib menjunjung tinggi akar budaya nenek moyang mereka. Hingga kini , anak cucu keturunan suku Tana Toraja yang berada di luar negeri dan berbagai wilayah di Indonesia, akan tetap melakukan tradisi yang sama yang dilakukan oleh nenek moyang mereka ribuan tahun yang lalu.
Ketaatan mereka dalam menjalankan ada istiadat dan budaya peninggalan nenek moyang mereka hingga kini, menarik banyak wisatawan asing dan dalam negri untuk mengunjungi Tana Toraja setiap tahunnya. Tana Toraja, kini menjadi salah satu daerah wisata andalan yang dimiliki oleh Sulawesi Selatan. Berbagai upacara adat yang dimiliki oleh Tana Toraja dan diselenggarakan setiap tahunnya, menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan asing.
Ada berbagai upacara adat di Tana Toraja, salah satunya adalah Rambu Solo'. Rambu Solo' adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan, disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian. Dikatakan demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan selalu diajak berbicara.
Oleh karena itu, masyarakat setempat menganggap upacara ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Dalam konteks ini, upacara Rambu Solo menjadi sebuah “kewajiban”, sehingga dengan cara apapun masyarakat Tana Toraja akan mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua mereka yang meninggal dunia.
Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. Dulu, upacara ini hanya mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan, melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini, sudah banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi hartawan, sehingga mampu menggelar upacara ini.
Puncak dari upacara Rambu Solo disebut dengan upacara Rante yang dilaksanakan di sebuah “lapangan khusus”. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah (ma‘tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‘roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (ma‘popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (ma‘palao).
Selain itu, juga terdapat berbagai atrakasi budaya yang dipertontonkan, di antaranya: adu kerbau (mappasilaga tedong), kerbau-kerbau yang akan dikorbankan diadu terlebih dahulu sebelum disembelih; dan adu kaki (sisemba). Dalam upacara tersebut juga dipentaskan beberapa musik, sepertipa‘pompan, pa‘dali-dali dan unnosong; serta beberapa tarian, seperti pa‘badong, pa‘dondi, pa‘randing, pa‘katia, pa‘papanggan, passailo dan pa‘pasilaga tedong.
Menariknya lagi, kerbau disembelih dengan cara yang sangat unik dan merupakan ciri khas mayarakat Tana Toraja, yaitu menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan. Jenis kerbau yang disembelih pun bukan kerbau biasa, tetapi kerbau bule (tedong bonga) yang harganya berkisar antara 10–50 juta perekor. Selain itu, juga terdapat pemandangan yang sangat menakjubkan, yaitu ketika iring-iringan para pelayat yang sedang mengantarkan jenazah menuju Puya, dari kejauhan tampak kain merah panjang bagaikan selendang raksasa membentang di antara pelayat tersebut.
Rambu Solo’ mencerminkan kehidupan masyarakat Tana Toraja yang suka gotong-royong, tolong-menolong, kekeluargaan, memiliki strata sosial, dan menghormati orang tua. Mengenai adu kerbau, ia mengakui di satu sisi menjadi daya tarik pariwisata, namun di sisi lain banyaknya kerbau, terutama kerbau bule (Tedong Bonga), yang dipotong akan mempercepat punahnya kerbau. Apalagi, konon Tedong Bonga termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) yang merupakan spesies yang hanya terdapat di Toraja.
Sumber :
PENGARUH PENDIDIKAN KESETARAAN BAGI ANAK - ANAK PUTUS SEKOLAH
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat
Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat
saya selesaikan. Makalah ini disusun agar kita dapat memperluas wawasan kita
tentang Ilmu Sosial Dasar terutama Ilmu Sosial Dasar dalam Bidang Pendidikan.
Makalah ini dibuat dalam rangka
pembelajaran mata kuliah Ilmu Sosial Dasar (softskil). Pemahaman
tentang manusia dan hal – hal yang berkaitan dengannya sangat diperlukan,
dengan suatu harapan suatu masalah dapat diselesaikan dan dihindari kelak,
sekaligus menambah wawasan bagi kita semua.
Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Ira Windarti selaku Dosen Ilmu Sosial Dasar, Universitas Gunadarma.
Makalah ini, tentunya masih
jauh dari kesempurnaan, karena penulis juga masih dalam tahap pembelajaran.
Oleh karena itu arahan, koreksi dan saran, sangat penulis harapkan. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Terima kasih.
Depok,26 Oktober 2012
Dheny Harjantho Turangan
ABSTRAKSI
Pendidikan kesetaraan adalah pendidikan non formal yang ditujukan
kepada warga negara yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal di sekolah.
Biasa dikenal dengan nama Kejar (Kelompok Belajar) Paket A untuk setara SD,
Paket B untuk setara SMP, dan Paket C untuk setara SMA.
Penyelenggaraan
pendidikan dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu jalur pendidikan
sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah serta memiliki tujuan.
Paket-paket pendidikan kesetaraan dirancang untuk peserta
didik yang berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah,
putus sekolah dan putus lanjut, serta usia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan
dan kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan khusus
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan
taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Proses belajar mengajar dapat
dilaksanakan di berbagai tempat yang sudah ada baik milik pemerintah,
masyarakat maupun pribadi.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAKSI
ABSTRAKSI
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
2.
Batasan
Masalah
3.
Tujuan
Penyusun
4.
Manfaat
Penyusunan
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Pendidikan Kesetaraan
2.
Pengaruh
Pendidikan Kesetaraan bagi Anak-anak Putus Sekolah
3.
Macam
– Macam Pendidikan Kesetaraan
1. PAKET A
2. PAKET B
3. PAKET C
4.
Sasaran
Pendidikan Kesetaraan
5.
. Tempat
Belajar dan Kualifikasi Akademik Pendidikan Kesetaraan
1. Tempat Belajar
2. Kualifikasi Akademik
6.
Kendala yang Dihadapi dalam Pendidikan
Kesetaraan
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
Dalam upaya untuk menuntaskan program wajib belajar 9 tahun, pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan. Salah satu kebijakan
yang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi warga masyarakat untuk tetap
mengikuti pendidikan adalah salah satu sistem peralihan program atau disebut
multientry-multiexit. Program multientry-multiexit adalah suatu kebijakan untuk
melakukan alih program atau tempat belajar, dari pendidikan formal ke
pendidikan nonformal atau sebaliknya, atau dari pendidikan in-formal ke
pendidikan nonformal, atau antar program penyelenggara pendidikan dalam program
pendidikan yang sejenis.
2.
Batasan
Masalah
-
Menerangkan Pendidikan Kesetaraan saja,
dalam arti tidak menerangkan pendidikan formal.
-
Sumber yang didapat hanya berdasarkan
jelajah internet.
3.
Tujuan Penyusun
-
Pembaca dapat memahami tentang
Pendidikan Kesetaraan.
4.
Manfaat Penyusunan
Manfaat makalah ini secara teoritis adalah dapat digunakan sebagai
referensi untuk melakukan penulisan-penulisan ilmiah kembali tentang
Pendidikan Kesetaraan terutama tentang pengaruhnya bagi anak – anak putus
sekolah. Manfaat secara praktis makalah ini adalah
dapat memperkenalkan tentang Pendidikan Kesetaraan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan
kesetaraan adalah pendidikan non formal yang ditujukan kepada warga negara yang
tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal di sekolah. Biasa dikenal
dengan nama Kejar (Kelompok Belajar) Paket A untuk setara SD, Paket B untuk
setara SMP, dan Paket C untuk setara SMA. Ada juga Program Keaksaraan
Fungsional (KF) untuk melayani warga yang buta huruf.
Pendidikan
kesetaraan dengan slogan “Menjangkau yang tidak terjangkau”
berupaya memberikan layanan pendidikan bagi warga yang tidak berkesempatan
mengenyam pendidikan formal dengan berbagai alasan. Ada anak usia sekolah yang
putus sekolah karena kendala biaya, ada juga orang dewasa yang sudah bekerja,
dan berbagai latar belakang yang lain.
Dalam
pendidikan kesetaraan selain diberikan materi ilmu pengetahuan juga diberikan
materi kecakapan hidup (life skill). Diharapkan dengan adanya kecakapan
hidup ini warga belajar akan mampu mandiri dan mampu menciptakan lapangan usaha
bagi diri mereka sendiri. Adapun kecakapan hidup yang diberikan tergantung pada
karakteristik tempat kegiatan pembelajaran berlangsung. Kecakapan hidup ini
bisa berupa perbengkelan, kerajinan tangan, peternakan maupun pertanian.
Pelaksanaan
pembelajaran untuk pendidikan kesetaraan tersentral dalam PKBM (Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat) yang ada di setiap Kecamatan. PKBM ini bisa membawahi
beberapa kejar yang ada di masing-masing desa dalam kecamatan tersebut. PKBM
memberilan layanan pendidikan kepada masyarakat dimulai dari PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini), KF (Keaksaraan Fungsional), Paket A, Paket B, Paket C, dan KBU
(Kelompok Belajar Usaha). Selain itu sebuah PKBM juga dilengkapi dengan TBM
(Taman Bacaan Masyarakat).
B.
Pengaruh
Pendidikan Kesetaraan bagi Anak-anak Putus Sekolah
Dalam rangka pencapaian tujuan
Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu jalur
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Sebagaimana dijelaskan
dala Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah
memiliki tujuan:
1.
Melayani
warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang
hayatnya
guna meningkatkan martabat dan mutu pendidikannya.
2.
Membina
warga belajar agar memiliki pengetahuan,keterampilan dan sikap mental yang
diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkann
ke tingkat / jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3.
Memenuhi
kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan
sekolah.
Hasil pendidikan nonformal dapat
dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (UU No
20/2003 Sisdiknas Pasal 26 Ayat (6) tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Paket-paket pendidikan kesetaraan dirancang untuk peserta didik
yang berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus
sekolah dan putus lanjut, serta usia produktif yang ingin meningkatkan
pengetahuan dan kecakapan hidup, dan warga masyarakat lain yang memerlukan layanan
khusus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai dampak dari perubahan
peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.
C.
Macam – Macam Pendidikan Kesetaraan
1.
PAKET A :
-
Belum menempuh pendidikan di SD, dengan
prioritas kelompok usia 15-44 tahun,
-
Putus
sekolah dasar,
-
Tidak menempuh sekolah formal karena pilihan
sendiri,
- Tidak
dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi,
sosial dan hukum, dan keyakinan).
2.
PAKET B :
-
Lulus
Paket A/ SD/MI, belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok
usia 15-44 tahun,
-
Putus SMP/MTs,
-
Tidak menempuh sekolah formal karena pilihan
sendiri,
- Tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor
(potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan).
3.
PAKET C :
-
Lulus
Paket B/SMP/MTs,
-
Putus
SMA/M.A, SMK/MAK,
-
Tidak menempuh sekolah formal karena pilihan
sendiri,
- Tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor
(potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial, hukum dan keyakinan).
D. Sasaran
Pendidikan Kesetaraan
Berikut
ini adalah sasaran Pendidikan Kesetaraan, yaitu :
1. Kelompok
masyarakat usia 15 – 44 yang belum tuntas wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun.
2. Kelompok
masyarakat yang membentuk komunitas belajar sendiri dengan flexi learning
seperti komunitas sekolah rumah atau komunitas e- learning.
3. Penduduk
yang terkendala ke jalur formal karena berbagai hal berikut:
- Potensi
khusus seperti pemusik, atlet, pelukis dll,
- Waktu
seperti pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya,
- Geografi
seperti etnik minoritas, suku terasing dan terisolir,
- Ekonomi
seperti penduduk miskin dari kalangan petani, nelayan, penduduk kumuh dan
miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita,
- Keyakinan
seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal
(madrasah), bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, korban Napza, dan
anak Lapas.
E. Tempat
Belajar dan Kualifikasi Akademik Pendidikan Kesetaraan
1.
Tempat Belajar
Proses belajar mengajar
dapat dilaksanakan di berbagai tempat yang sudah ada baik milik pemerintah,
masyarakat maupun pribadi, seperti Pusat Pelatihan, balai desa, tempat
peribadatan, gedung sekolah, rumah penduduk dan tempat-tempat lainnya yang
layak. Sementara penyelenggaraan dilakukan oleh satuan-satuan PNF (Pendidikan
Non Formal) seperti:
-
Pusat kegiatan Belajar Masyakat (PKBM),
-
Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Kelompok
Belajar,
- Organisasi keagamaan, Pusat Majelis Taklim,
Sekolah Minggu, Pondok Pesantren,
- Organisasi sosial Kemasyarakatan, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), Yayasan badan hukum dan usaha,
-
Unit Pelaksana Teknis (UPT), Diklat di
departemen-departemen lain.
2.
Kualifikasi Akademik
Kualifikasi akademik untuk
Pendidikkan Kesetaraan adalah sebagai berikut:
-
Pendidikan minimal SPG/SGO/Diploma II dan
yang sederajat untuk Paket A dan Paket B, dan Diploma III untuk Paket C.
- Guru SD/MI untuk Paket A, guru SMP/MTs untuk
Paket B dan guru SMA/M Aliyah untuk Paket C.
- Tenaga
lapangan Dikmas untuk latar belakang jurusan pendidikan yang sesuai dengan mata
pelajaran.
- Kyai, ustadz di pondok pesantren dan tokoh
masyarakat dengan kompetensi yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan.
F. Kendala yang Dihadapi dalam Pendidikan
Kesetaraan
Faktor-faktor
yang paling sering mempengaruhi kegagalan mereka melanjutkan pendidikan
formalnya antara lain yang paling signifikan adalah faktor ekonomi. Oleh karena
itulah faktor ekonomilah yang lebih mereka perhatikan dari pada pendidikan.
Pada saat melaksanakan proses belajar ini juga sarat dengan menghadapi berbagai
kendala seperti warga belajar yang bermalas-malasan. Kendala lainya adalah
masalah cuaca yang kurang bersahabat. Terutama sekali saat-saat musim
penghujan. Pada musim penghujan biasanya warga belajar malas keluar rumah untuk
diajak belajar.
Untuk memberikan semangat (motivasi) kepada
warga belajar agar tetap senang belajar, maka pengelola program pendidikan
kesetaraan diharapkan juga mendirikan Taman bacaan masyarakat (TBM), yaitu
merupakan sarana belajar bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dan
mengembangkan pengetahuan guna memenuhi minat dan kebutuhan belajarnya yang
bersumber dari bahan bacaan dan bahan pustaka lainnya. Ini semacam perpustakaan
mini dan tersebar untuk menjangkau masyarakat yang jauh dari layanan
perpustakaan. Ada dua sasaran prioritas utama sasaran pendirian taman bacaan
masyarakat, pertama untuk peningkatan minat baca masyarakat dan kedua untuk
memelihara kemampuan keaksaraan masyarakat. Disamping itu, diharapkan
keberadaan TBM bisa menjadai tempat berkumpul warga masyarakat untuk sekedar
ngobrol mempererat silaturahim tukar informasi untuk memperkaya wawasan. Dengan
demikian TBM pun bisa berfungsi sebagai ruang publik untuk melakukan
sosialisasi diri, termasuk mempromosikan/mengenalkan program-program pendidikan
nonformal kepada masyarakat.
Dalam Pelaksanaan Program Paket A dan Paket B,
berbagai permasalahan yang paling berat dihadapi, diuraikan sebagai berikut:
1.
Warga
belajar
Permasalahan yang berkaitan dengan warga belajar
adalah:
a) Lokasi tempat tinggal warga belajar saling
berjauhan sehingga sulit mendapatkan satu kelompok sebanyak 40 orang warga
belajar,
b) Latar belakang sosial ekonomi warga belajar lemah
sehingga frekuensi kehadirannya sangat rendah,
c) Warga belajar menjadi pencari nafkah keluarga,
mereka hanya belajar kalau waktu mengizinkan,
d) Motivasi belajar rendah, mereka berpendapat tanpa
belajarpun mereka sudah mendapatkan uang.
2.
Tutor
Tugas
tutor bukanlah mengajar tetapi membimbing warga belajar dalam memahami materi
pelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu
diperlukan tutor yang paham akan masalah Pendidikan.
Masalah yang menghambat pelaksanaan Paket A, B
dan C adalah:
a) Sulit mendapatkan tutor yang memiliki latar
belakang keguruan, khususnya tutor IPA dan Bahasa Inggris,
b) Honorarium yang diterima tutor tidak memadai,
c) Usaha peningkatan kemempuan Tutor tidak merata,
banyak Tutor yang tidak pernah ditatar dan tempat tinggal Tutor jauh dari warga
belajar.
Seorang Tutor untuk mampu melaksanakan tugasnya
dengan baik seharusnya dilengkapi dengan kebiasaan seperti:
a) Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan belajar
b) Kemampuan menyusun program prmbelajaran yang
berorientasi pada tujuan yang diinginkan warga belajar
c) Kemampuan berkomunikasi agar mampu menggunakan
berbagai cara alam pembelajaran
d) Kemampuan menjalankan program dalam arti
kemampuan mengorganisir program
e) Kemampuan menilai hasil program. Dengan demikian
Tutor harus mengalami standar yang harus dicapai pada setiap kurun waktu
f) Kemampuan menggunakan hasil penilaian dalam usaha
memperbaiki program di masa mendatang.
3.
Prasarana
dan Sarana
a. Prasarana
Permasalahan prasarana belajar yang dapat
dipertimbangkan sebagai penyebab hambatan belajar antara lain:
-
Belum
memiliki gedung sendiri, tetapi masih memanfaatkan Balai Desa; gedung sekolah
yang kosong dan tempat pertemuan lainnya, sehingga tidak jarang meminjam tempat
tinggal tokoh masyarakat atau rumah warga belajar yang luas. Dengan
dilembagakannya PKBM sebagai tempat segala kegiatan yang ada di masyarakat,
maka dapat digunakan oleh warga belajar Kejar Paket P, dan B Setara,
-
Lokasi
gedung sekolah jauh dari tempat tinggal warga belajar, dan
-
Fasailitas
belajar kurang memadai.
b.
Sarana
Sarana belajar sebagai media yang digunakan
untuk belajar membawa berbagai hambatan antara lain:
-
Jumlah
modul terbatas, yaitu 1 modul untuk 3 orang warga belajar, yang seharusnya 1
modul untuk tiap warga belajar, akibatnya mereka sukar untuk dapat melaksanakan
proses belajar mandiri,
-
Terbatasnya
jumlah buku yang dapat menambah wawasan warga belajar,
-
Kurang
dimanfaatkannya sarana belajar lokal atau yang tersedia di lokasi kegiatan.
4. Pehabtanas.
Secara konseptual penilaian terhadap warga
belajar Paket A, B dan C dilaksanakan dalam bentuk evaluasi proses pembelajaran
modul, evaluasi sekelompok modul dan penilaian hasil belajar tahap akhir
(Pehabtanas). Secara umum langkah penilaian tersebut di lapangan sudah
dilaksanakan, khusus untuk Perhabnatas materi pelajaran yang diujikan meliputi
PPKn, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan matematika untuk Paket A dan ke lima
bidang studi tersebut ditambah Bahasa Inggris untuk Paket B. pelaksanaan
pengembangan soal dan pemerikasaan hasil ujian tidak dikelola oleh perencana
dan pelaksana pembelajaran.
Pelaksanaan Perhabnatas masih menghadapi beberapa masalah, antara lain:
-
Terbatasnya
jumlah tenaga yang handal yang mampu menangani Perhabnatas;
-
Pendaftaran
peserta ujian yang sering terlambat;
-
Pendaftaran
peserta tidak sekaligus, akibatnya sering berbeda antara data yang dikirim oleh
daerah dengan data yang diterima di pusat;
-
Data
peserta yang sering berubah-ubah, akibatnya menghambat dalam membuat pengumuman
kelulusan;
-
Longgarnya
pengawasan, akibatnya di beberapa daeah ditemukan adanya kesenjangan
pelaksanaan;
-
Terlambatnya
pengumuman akibat terlambat pengembalian Lembar Jawaban Kerja (LJK) dari daerah
ke pusat, yang dapat mengakibatkan kurang kepercayaan peserta pada sistem yang
dibangun.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan
Kesetaraan sangat penting bagi anak-anak putus sekolah agar memiliki pengetahuan, keterampilan
dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari
nafkah atau melanjutkann ke tingkat / jenjang pendidikan yang lebih tinggi guna
meningkatkan martabat dan mutu pendidikannya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://doubleyuw-clover.blogspot.com/2012/11/makalah-isd-i-kualitas-lulusan.html